Minggu, 07 Oktober 2012

Pahlawan Kesehatan

Berjasa di Bidang Kesehatan, Prof Sardjito Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Prof Dr Sardjito, rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diabadikan menjadi nama Rumah Sakit (RS) di Yogyakarta diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional. Dia dianggap berjasa dalam dunia pendidikan dan kesehatan terutama saat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

"Dari syarat-syarat berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Prof Sardjito sudah memenuhi persyaratan," ungkap sejarawan Prof Dr Djoko Suryo dalam diskusi pengusulan gelar pahlawan nasional di Gedung Diklat RS Dr Sardjito, di Jl Kesehatan, Yogykarta, Rabu (11/4/2012).

Beberapa syaratnya, lanjut Djoko, adalah tidak pernah dipidanakan, warga negara Indonesia yang berjuang di wilayah NKRI, punya integritas moral. Selanjutnya, berjasa pada bangsa dan negara, berkelakuan baik dan setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara.

"Dari syarat itu, beliau sudah terpenuhi sebagai pahlawan nasional. Penghargaan yang telah diterima diantaranya Bintang Mahaputra, Bintang Gerilya, Bintang Kemerdekaan, Bintang Karyasatya dan lain-lain," kata Djoko.

Menurut Djoko, dari penelusuran sejarah mengenai kiprah beliau terungkap sejak lulus pendidikan dokter pribumi (STOVIA) di Jakarta, Sardjito sudah aktif di Budi Utomo. Pada masa pergerakan, sempat menguasai lembaga Pasteur di Bandung untuk memproduksi vaksin dan obat-obatan bagi pribumi.

Pada masa awal kemerdekaan setelah ibukota RI pindah ke Yogyakarta dia juga ikut berperang dengan membuat pos kesehatan serta mendukung berdirinya laboratorium persenjataan yang dipimpin Herman Johannes di Yogyakarta.

Dia ikut mendirikan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang menjadi cikal bakal UGM. Dia kemudian menjabat sebagai rektor pertama UGM dan juga dikenal sebagai tokoh berdirinya kampus Universitas Islam Indonesia.

"Sebagai seorang dokter dan pejuang serta pendidik, dia banyak membantu di bidang kesehatan," ungkap mantan dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM itu.

Prof dr Sutaryo dari Pusat Studi Pancasila UGM mengatakan tidak hanya UGM, UII, civitas akademika bidang kesehatan saja yang mendukung pengusulan tersebut. Namun beberapa elemen masyarakat Yogyakarta dan keluarga besar beliau juga mendukung penuh. Sardjito di waktu masih muda pada masa menjelang kemerdekaan hingga perang kemerdekaan dikenal berjuang melalui jalur kesehatan. Sardjito juga berjasa memindahkan virus cacar yang akan digunakan menjadi vaksin dengan bantuan seekor kerbau dari Bandung ke Yogya.

Dia juga sebagai seorang perintis palang merah dan mengupayakan ketersediaan obat-obatan dan vitamin bagi para prajurit atau tentara Indonesia waktu itu. Dia juga mendirikan pos kesehatan tentara di Yogyakarta dan Kalikebo, Cawas Klaten, dan perintis lahirnya Palang Merah Indonesia.

"Bidang kesehatan dia banyak berjasa dengan membuat obat-obatan dari alam atau tanaman tradisional untuk kesehatan tentara waktu itu. Di bidang lain, beliau salah satu tokoh yang meletakkan dasar-dasar pendidikan Pancasila di Indonesia," kata Sutaryo.

Sementara itu Budi Santoso (57), anak angkat Sardjito, mengungkapkan Sardjito lahir 13 Agustus 1889 di Desa Purwodadi, Magetan, Jawa Timur. Ayahnya bernama Sadjit, seorang guru. Tahun 1907-1915 berhasil tamat dengan rangking satu saat menempuh pendidikan dokter pribumi di STOVIA. Tahun 1921-1923 memperoleh gelar doktor bidang penyakit iklim panas atau tropis di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam.

"Beliau juga orang pertama yang belajar kesehatan di Baltimore Amerika Serikat," kata Budi.

Menurut Budi semua tanda dan piagam penghargaan dari pemerintah telah diserahkan ke Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, agar masyarakat mengetahuinya. Anak kandung almarhum hanya satu adalah Pek Poedji Utomo yang telah meninggal tahun 2005.

Sampai saat ini obat-obatan yang berhasil diciptakan Sardjito yakni obat peluruh atau penghancur batu ginjal (calcusol). Obat dari bahan tanaman tempuyung itu ditemukan kita beliau melihat akar pohon yang menempel di cadas bukit kapur itu bisa hancur.

"Setelah diteliti ternyata berkhasiat menjadi obat penghancur batu ginjal. Kami atas nama keluarga mendukung bila beliau diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional," tutup Budi Santoso.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar