Berjasa di Bidang Kesehatan, Prof
Sardjito Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Prof Dr Sardjito, rektor pertama
Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diabadikan menjadi nama Rumah
Sakit (RS) di Yogyakarta diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional.
Dia dianggap berjasa dalam dunia pendidikan dan kesehatan terutama
saat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
"Dari syarat-syarat berdasarkan UU
Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
(GTK), Prof Sardjito sudah memenuhi persyaratan," ungkap
sejarawan Prof Dr Djoko Suryo dalam diskusi pengusulan gelar pahlawan
nasional di Gedung Diklat RS Dr Sardjito, di Jl Kesehatan, Yogykarta,
Rabu (11/4/2012).
Beberapa syaratnya, lanjut Djoko,
adalah tidak pernah dipidanakan, warga negara Indonesia yang berjuang
di wilayah NKRI, punya integritas moral. Selanjutnya, berjasa pada
bangsa dan negara, berkelakuan baik dan setia dan tidak mengkhianati
bangsa dan negara.
"Dari syarat itu, beliau sudah
terpenuhi sebagai pahlawan nasional. Penghargaan yang telah diterima
diantaranya Bintang Mahaputra, Bintang Gerilya, Bintang Kemerdekaan,
Bintang Karyasatya dan lain-lain," kata Djoko.
Menurut Djoko, dari penelusuran sejarah
mengenai kiprah beliau terungkap sejak lulus pendidikan dokter
pribumi (STOVIA) di Jakarta, Sardjito sudah aktif di Budi Utomo. Pada
masa pergerakan, sempat menguasai lembaga Pasteur di Bandung untuk
memproduksi vaksin dan obat-obatan bagi pribumi.
Pada masa awal kemerdekaan setelah
ibukota RI pindah ke Yogyakarta dia juga ikut berperang dengan
membuat pos kesehatan serta mendukung berdirinya laboratorium
persenjataan yang dipimpin Herman Johannes di Yogyakarta.
Dia ikut mendirikan Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada yang menjadi cikal bakal UGM. Dia kemudian
menjabat sebagai rektor pertama UGM dan juga dikenal sebagai tokoh
berdirinya kampus Universitas Islam Indonesia.
"Sebagai seorang dokter dan
pejuang serta pendidik, dia banyak membantu di bidang kesehatan,"
ungkap mantan dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM itu.
Prof dr Sutaryo dari Pusat Studi
Pancasila UGM mengatakan tidak hanya UGM, UII, civitas akademika
bidang kesehatan saja yang mendukung pengusulan tersebut. Namun
beberapa elemen masyarakat Yogyakarta dan keluarga besar beliau juga
mendukung penuh. Sardjito di waktu masih muda pada masa menjelang
kemerdekaan hingga perang kemerdekaan dikenal berjuang melalui jalur
kesehatan. Sardjito juga berjasa memindahkan virus cacar yang akan
digunakan menjadi vaksin dengan bantuan seekor kerbau dari Bandung ke
Yogya.
Dia juga sebagai seorang perintis
palang merah dan mengupayakan ketersediaan obat-obatan dan vitamin
bagi para prajurit atau tentara Indonesia waktu itu. Dia juga
mendirikan pos kesehatan tentara di Yogyakarta dan Kalikebo, Cawas
Klaten, dan perintis lahirnya Palang Merah Indonesia.
"Bidang kesehatan dia banyak
berjasa dengan membuat obat-obatan dari alam atau tanaman tradisional
untuk kesehatan tentara waktu itu. Di bidang lain, beliau salah satu
tokoh yang meletakkan dasar-dasar pendidikan Pancasila di Indonesia,"
kata Sutaryo.
Sementara itu Budi Santoso (57), anak
angkat Sardjito, mengungkapkan Sardjito lahir 13 Agustus 1889 di Desa
Purwodadi, Magetan, Jawa Timur. Ayahnya bernama Sadjit, seorang guru.
Tahun 1907-1915 berhasil tamat dengan rangking satu saat menempuh
pendidikan dokter pribumi di STOVIA. Tahun 1921-1923 memperoleh gelar
doktor bidang penyakit iklim panas atau tropis di Fakultas Kedokteran
Universitas Amsterdam.
"Beliau juga orang pertama yang
belajar kesehatan di Baltimore Amerika Serikat," kata Budi.
Menurut Budi semua tanda dan piagam
penghargaan dari pemerintah telah diserahkan ke Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta, agar masyarakat mengetahuinya. Anak kandung
almarhum hanya satu adalah Pek Poedji Utomo yang telah meninggal
tahun 2005.
Sampai saat ini obat-obatan yang
berhasil diciptakan Sardjito yakni obat peluruh atau penghancur batu
ginjal (calcusol). Obat dari bahan tanaman tempuyung itu ditemukan
kita beliau melihat akar pohon yang menempel di cadas bukit kapur itu
bisa hancur.
"Setelah diteliti ternyata
berkhasiat menjadi obat penghancur batu ginjal. Kami atas nama
keluarga mendukung bila beliau diusulkan mendapat gelar pahlawan
nasional," tutup Budi Santoso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar